
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Kabupaten Cirebon dalam rangka peringatan Hari Jadi ke-543 justru menuai kritik tajam, terutama dari tokoh masyarakat Cirebon Timur, R. Hamzaiya S.
Ia menilai kehadiran Dedi hanya sebatas simbolik dan tidak menyentuh persoalan-persoalan mendesak yang dihadapi warga.
Hamzaiya menyoroti bahwa Gubernur hadir dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon pada Senin (21/4/2025), namun tidak menunjukkan kepedulian terhadap kerusakan infrastruktur dan banjir yang melanda sejumlah wilayah di Cirebon Timur.
“Saat kunjungan Kang Dedi ke Cirebon itu kan banyak persoalan, tidak hanya jalan rusak. Beliau datang juga di waktu bersamaan beberapa kecamatan terendam banjir,” ujar Hamzaiya saat diwawancarai pada Jumat (25/4/2025).
Masyarakat, menurutnya, sempat berharap kehadiran Dedi Mulyadi akan membawa perhatian lebih terhadap kondisi di lapangan, apalagi mengingat citra Dedi selama ini yang dikenal gemar blusukan ke daerah-daerah.
“Kami menunggu dari pagi hingga sore, nyatanya Kang Dedi tidak ada agenda meninjau jalan-jalan rusak di Cirebon Timur. Entah apa alasannya, ini jelas bertolak belakang dengan kebiasaan beliau di daerah lain,” tambah Hamzaiya.
Ia menyayangkan sikap Gubernur yang terkesan mengabaikan persoalan warga Cirebon Timur, seolah-olah masalah di daerah tersebut dianggap remeh.
“Terkesan persoalan kita sepele, dianggap biasa aja. Akhirnya menimbulkan kekecewaan yang mendalam dan terkesan daerah kami seperti dianak-tirikan,” ujarnya.
Sindiran pun dilontarkan dengan menyinggung julukan populer “Bapak Aing” yang selama ini melekat pada sosok Dedi Mulyadi.
“Slogan ‘Bapak Aing’ kembali dipertanyakan atas tindakan Kang Dedi yang bertolak belakang ini. Apa mungkin untuk di Cirebon Timur, Kang Deddy Mulyadi itu ‘Bapak Tiri’?” kata Hamzaiya dengan nada kesal.
Dalam pidatonya saat peringatan hari jadi, Gubernur Dedi Mulyadi sebenarnya sempat menyampaikan visi besar untuk menjadikan Cirebon sebagai “Jogja-nya Jawa Barat”.
Ia menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal, penataan kawasan kota, serta pengembangan kuliner dan fesyen khas daerah.
“Bayangkan, ketika orang masuk ke Cirebon, mereka merasa masuk ke sebuah kota lama yang penuh dengan cerita,” tutur Dedi dalam keterangan resminya, Senin (21/4/2025).
Namun bagi sebagian warga, janji dan wacana tersebut masih terasa jauh dari kenyataan, apalagi ketika pemimpin provinsi hadir tanpa membawa solusi nyata atas problematika yang sudah lama mereka hadapi.