
Lemhannas) RI, Ace Hasan Syadzily, menyatakan bahwa penanganan terhadap anak-anak bermasalah seharusnya tidak semata-mata menggunakan pendekatan militer.
Menurutnya, Indonesia memiliki berbagai institusi yang dapat dilibatkan dalam upaya pembinaan karakter anak, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Dinas Perlindungan Anak.
“Bagi kami, sebaiknya ada institusi-institusi yang bisa dijadikan sebagai memperbaiki perilaku anak tersebut. Dan kita sudah banyak institusinya, selain lembaga pendidikan, kan ada juga KPAI atau misalnya ada Dinas Perlindungan Anak dan lain sebagainya,” ujar Ace saat ditemui di Kantor Lemhannas, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Pernyataan tersebut merespons kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang menggandeng TNI untuk membina siswa bermasalah melalui program pendidikan di barak militer.
Apakah Pendekatan Militer Sesuai untuk Anak-Anak Bermasalah?
Ace menekankan bahwa pendekatan terhadap anak perlu dilakukan secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan anak.
“Karena itu penanganan terhadap anak tentu harus dilihat dalam perspektif yang komprehensif. Tidak hanya ditekankan kepada aspek misalnya fisik saja, tetapi yang harus dilihat adalah juga penanganan dari hulu sampai hilir,” jelasnya.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, karakter anak dibentuk oleh lingkungan sosial, keluarga, dan pola pengasuhan yang mereka alami. Oleh karena itu, solusi untuk menangani perilaku anak tidak bisa disamaratakan.
“Tidak semua bisa diselesaikan itu secara dalam tanda kutip pendidikan militer,” tegas Ace.
Ia pun mengingatkan bahwa pendidikan militer pada dasarnya ditujukan bagi individu terbaik yang dipersiapkan menjadi calon pemimpin bangsa.
“Ini bapak-bapak kita di belakang ini (menunjuk para perwira tinggi TNI) pendidikan militer, ini orang-orang yang terbaik. Jadi, jangan sampai terstigma bahwa kalau orang nakal dimasukkan ke barak militer,” tambahnya.
Bagaimana Tanggapan KPAI dan Kritik Terhadap Program Ini?

KPAI menyoroti program ini karena dianggap berpotensi melanggar hak anak. Temuan mereka menunjukkan bahwa sejumlah anak dikirim ke barak militer tanpa melalui asesmen psikolog profesional.
Bahkan, terdapat sekolah yang tidak memiliki guru bimbingan konseling (BK), namun tetap mengirim siswa ke program tersebut berdasarkan rekomendasi guru BK lain.
Lebih lanjut, beberapa siswa mengaku merasa tertekan karena diancam tidak akan naik kelas jika menolak ikut program.
KPAI menilai hal ini bertentangan dengan prinsip perlindungan anak yang seharusnya mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.