2025-06-23
Warga Pulau Enggano memuat pisang ke kapal nelayan. Mereka nekat menyewa kapal nelayan secara patungan agar hasil bumi bisa dijual ke luar pulau. (POTO: AMAN Bengkulu)

Lihat Foto

Pulau Enggano, Bengkulu, hidup dalam keterasingan. Krisis transportasi akibat pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai membuat ratusan petani tak bisa menjual hasil panen.

Akibatnya, pisang—komoditas utama warga—membusuk di kebun, sementara ekonomi rumah tangga lumpuh total.

Iwan, salah seorang warga Desa Malakoni, Pulau Enggano, mengungkapkan keputusasaannya. Ratusan tandan pisang miliknya kini tak laku dan membusuk, karena tak ada kapal angkutan menuju Bengkulu.

Ia pun kehilangan satu-satunya sumber penghasilan untuk menafkahi istri dan tiga anaknya.

“Mungkin pisang tak semahal nikel, sehingga pemerintah pusat tak begitu pedulikan Pulau Enggano dibanding eksploitasi nikel seperti di Papua,” kata Iwan dalam keterangan yang diterima Kompas.com dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, Minggu (22/6/2025).

Harga Pisang Anjlok, Anak Tak Bisa Kirim Uang

Iwan biasa mengirim uang sebesar Rp 300.000 setiap dua minggu kepada anak-anaknya yang sedang bersekolah di Kota Bengkulu.

Namun, sejak kapal ferry Pulo Tello berhenti beroperasi, pengiriman hasil panen menjadi mustahil. Ia menolak menjual pisangnya kepada kapal pedagang yang sempat datang karena harga yang ditawarkan sangat rendah.

“Kalau dititip ke kapal tauke dari Bengkulu, harga pisang cuma Rp 20.000 per tandan. Harga normalnya Rp 55.000. Ya rugi, lebih baik dibiarkan busuk,” ujarnya.

Karena tak ada pemasukan, Iwan kini bekerja serabutan. Mulai dari jadi buruh proyek hingga ikut melaut untuk bertahan hidup.

“Mungkin pisang bagi sebagian orang cuma hasil kebun biasa. Tapi buat kami, ini cara hidup. Empat bulan tanpa kapal, artinya empat bulan tanpa uang,” ungkapnya.

Warga Enggano Krisis Ekonomi, Pendidikan, dan Kesehatan

Warga Pulau Enggano, Bengkulu nekat menyewa kapal nelayan secara patungan agar hasil bumi bisa dijual ke luar pulau. Aliansi Masayarakat Adat Nusantara (AMAN) Warga Pulau Enggano, Bengkulu nekat menyewa kapal nelayan secara patungan agar hasil bumi bisa dijual ke luar pulau.

Dampak krisis transportasi tak hanya memukul sektor ekonomi, tapi juga pendidikan dan kesehatan. Banyak anak-anak yang bersekolah di luar pulau tak lagi mendapat kiriman uang dari orangtua.

Warga bahkan terpaksa menyuruh anak-anaknya lebih berhemat tanpa tahu kapan situasi akan kembali normal.

Tak hanya itu, layanan kesehatan di Pulau Enggano pun terganggu. Satu-satunya pesawat perintis kerap penuh, sementara kapal laut tidak bisa bersandar ke dermaga karena pendangkalan.

Baru-baru ini, seorang pasien dilaporkan tak sadarkan diri selama delapan jam sebelum akhirnya dievakuasi menggunakan kapal selama 12 jam menuju Bengkulu.

“Kami bukan hanya susah makan, tapi juga susah kirim orang sakit. Kalau kapal bisa jalan normal, hidup kami akan lebih layak,” tambah Iwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *