
Ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut Selatan menewaskan 13 orang, termasuk sembilan warga sipil dan empat anggota TNI.
Tragedi ini terjadi di Kampung Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, pada Senin (12/5/2025), dan membuka fakta mengejutkan bahwa meskipun sudah ada peringatan, warga tetap mencari serpihan amunisi yang dapat dijual dengan harga tinggi.
Kejadian ini juga mencuatkan keprihatinan terkait pengelolaan pemusnahan amunisi yang tidak sempurna, yang berujung pada jatuhnya korban.
Warga Ambil Serpihan Amunisi, Nyawa Terancam Demi Keuntungan
Pemusnahan amunisi yang dilakukan oleh pihak berwenang, seharusnya mengurangi risiko ledakan lebih besar. Namun, setelah ledakan, warga sekitar banyak yang mencari serpihan amunisi untuk dijual meskipun berisiko tinggi.
“Serpihan besi dihargai sekitar Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per kilogram. Tapi untuk kuningan dan aluminium, harganya jauh lebih tinggi,” kata Heri Supriyadi (47), warga setempat yang menjadi saksi mata peristiwa tersebut.
Menurut Heri, meskipun sering kali kegiatan ini tidak menimbulkan korban, kali ini tragis karena ada warga yang tidak mengindahkan peringatan dan tetap mencari serpihan amunisi setelah ledakan.
“Tanahnya masih panas, jadi harus didiamkan dulu beberapa jam. Kalau yang mengikuti arahan petugas, mereka bisa mengambil serpihan itu setelah beberapa waktu,” jelas Heri.
Meski peringatan sudah diberikan, beberapa warga tetap mengambil risiko demi mendapatkan keuntungan dari serpihan amunisi.
Hal ini mengundang keprihatinan, mengingat betapa tingginya bahaya yang mengancam keselamatan mereka. Kegiatan pemusnahan amunisi yang bertujuan untuk mengurangi risiko justru berakhir dengan jatuhnya korban karena ketidakpatuhan terhadap imbauan keselamatan.
Kronologi Tragedi dan Tindakan Keamanan yang Terlewat
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa sebelum peledakan dilakukan, seluruh personel dan area sudah melalui proses pemeriksaan keamanan.
“Tim penyusun amunisi ini menyiapkan dua lubang sumur, lalu tim pengamanan masuk dan dinyatakan aman hingga dilakukan peledakan di dua sumur tadi,” ujarnya.
Namun, masalah terjadi saat tim menyiapkan satu lubang tambahan untuk memusnahkan sisa detonator. Di sinilah ledakan terjadi dan menyebabkan 13 korban tewas.
“Saat tim penyusun amunisi menyusun amunisi aktif yang tak layak pakai di lubang itu, tiba-tiba terjadi ledakan yang menyebabkan 13 orang meninggal dunia,” kata Brigjen Wahyu.
Pemusnahan Amunisi di Lahan Milik BBKSDA Garut
Kadispenad juga menjelaskan bahwa lokasi peledakan merupakan lahan milik BBKSDA Garut, yang memang sering digunakan untuk kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa secara rutin.
Lokasi tersebut terletak jauh dari permukiman warga. Namun, meski demikian, insiden ini menunjukkan bahwa pemusnahan amunisi yang dilakukan tanpa prosedur pengamanan yang tepat tetap berisiko.