
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti penyebab banjir tahunan di Jakarta yang menurutnya berkaitan erat dengan kondisi lingkungan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.
Ia mengungkapkan bahwa perubahan tata ruang di wilayah tersebut telah merusak ekosistem yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air.
“Perubahan tata ruangnya adalah daerah-daerah yang dianggap rawan bencana yang seharusnya menjadi resapan air, diubah menjadi kawasan pariwisata dan permukiman, sehingga potensi bencana sangat terjadi,” ujar Dedi dalam rekaman video yang dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (6/7/2025).
Dedi mengutip laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyebutkan bahwa alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor telah memperburuk kapasitas wilayah dalam menyerap air hujan, menyebabkan aliran air langsung mengarah ke Jakarta dan memperbesar risiko banjir.
Apa Langkah Pemprov Jabar dalam Mengatasi Masalah Ini?
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di bawah kepemimpinan Dedi, berkomitmen mengembalikan fungsi awal tata ruang di kawasan Puncak dan daerah-daerah lain yang mengalami kerusakan serupa.
Menurutnya, restorasi lingkungan di Bogor adalah kunci bagi penyelesaian masalah banjir Jakarta.
“Kalau di daerah Megamendung dan Bogor diselesaikan, nanti Jakarta selesai. Tapi kalau Bogor belum selesai, Jakarta tidak akan pernah selesai,” tegasnya.
Dedi juga menyebutkan wilayah lain seperti Garut, Bandung Barat, dan Tasikmalaya yang akan menjadi prioritas restorasi tata ruang demi mencegah bencana alam berulang di masa depan.
Mengapa Tempat Wisata yang Sudah Disegel Belum Dibongkar?
Dedi menjelaskan bahwa pembongkaran tidak bisa dilakukan secara instan meskipun beberapa obyek wisata di Puncak telah disegel oleh KLH. Hal ini disebabkan oleh status legalitas bangunan yang memiliki izin resmi.
“Satu bulan yang lalu saya sudah bertemu dengan Pak Menteri Lingkungan Hidup dan jajaran Dirjen Gakum-nya. Mereka menegaskan ada tahapan prosedur yang ditempuh agak panjang, mengingat bangunan-bangunan itu bukan bangunan liar,” jelas Dedi.
Ia menambahkan bahwa pembongkaran kemungkinan baru dapat dilakukan sekitar September 2025, setelah proses administratif selesai.
Berbeda dengan kasus Hibisc Fantasy, tempat wisata yang langsung dibongkar karena dikelola oleh BUMD milik Pemprov Jabar sehingga keputusan bisa diambil lebih cepat.
“Tindakan-tindakan saya lakukan, walaupun menuai kontroversi dan kebencian, tetapi bagi saya itu tidak penting. Penyelamatan alam dan lingkungan adalah yang utama,” katanya.
“Saya ucapkan terima kasih ya pada semuanya atas dukungannya otokritiknya karena yang dilakukan adalah demi kepentingan masyarakat secara luas, baik masyarakat Jabar maupun masyarakat DKI,” lanjutnya.
Ia juga mengajak seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam.
“Mari kita kembalikan kawasan Bogor menjadi daerah resapan air. Nafsu untuk mengembangkan ekonomi di sana harus dikurangi dengan berpegang teguh pada prinsip ekosistem,” pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kawasan Puncak Rusak, Jakarta Terendam, Dedi Mulyadi Soroti Perubahan Tata Ruang di Hulu“.