
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa organisasi tidak pernah memberikan rekomendasi jabatan komisaris atau posisi lainnya kepada individu, baik anggota maupun pengurus.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyusul munculnya nama Ketua PBNU Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi, sebagai anggota Dewan Komisaris di PT Gag Nikel, sebuah perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“PBNU tidak pernah memberikan rekomendasi jabatan kepada individu, termasuk komisaris. Jika ada pengurus PBNU yang berbisnis atau menjabat di luar, itu merupakan urusan pribadi, bukan atas nama organisasi,” ujar Yahya saat ditemui di Jakarta, Kamis (12/6/2025) dikutip dari Antara.
Menurutnya, selama ini PBNU hanya memberikan surat rekomendasi untuk keperluan pendidikan.
“Jadi pada intinya, kalau soal pribadi dari pengurus itu tanya sendiri ke yang bersangkutan. PBNU tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apapun terkait jabatan apapun, tidak ada satu pun surat rekomendasi PBNU untuk jabatan apapun di manapun. Yang ada itu rekomendasi untuk sekolah, bagi yang mau sekolah, minta rekomendasi PBNU, itu kita kasih,” tambah Yahya.
Apa Penjelasan dari KH Ahmad Fahrur Rozi?
Menanggapi pemberitaan yang menyebut namanya sebagai komisaris, KH Ahmad Fahrur Rozi telah memberikan klarifikasi bahwa jabatan tersebut merupakan keputusan pribadinya dan tidak berkaitan dengan organisasi PBNU.
Ia juga menjelaskan bahwa Pulau Gag bukan merupakan kawasan wisata, melainkan wilayah tambang yang dikelola secara resmi oleh PT Gag Nikel.
“Lokasi tambang berada sekitar 40 kilometer dari Piaynemo, kawasan wisata Raja Ampat yang selama ini dikenal masyarakat,” ujar Fahrur Rozi.
Bagaimana Status Izin Tambang Nikel Raja Ampat?
Sementara itu, pemerintah telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat perusahaan yang beroperasi di wilayah Raja Ampat.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Pencabutan dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut terbukti melanggar aturan lingkungan serta mengganggu kawasan geopark atau taman bumi.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian alam dan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.