2025-06-08
Ilustrasi hewan kurban. Berikut hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal.

Lihat Foto

Idul Adha menjadi momen penting bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Pada hari raya ini, kaum Muslim menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta. Namun, muncul pertanyaan yang sering terdengar: kenapa hewan kurban lebih sering dipilih yang jantan?

Apakah ada aturan khusus yang mengatur soal jenis kelamin hewan kurban?

Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan merujuk pada ajaran Islam serta penjelasan para ulama, agar umat memahami alasan di balik anjuran ini secara lebih komprehensif.

Teladan Nabi SAW dalam Memilih Hewan Kurban

Jawaban atas pertanyaan mengapa hewan kurban sebaiknya jantan bisa ditelusuri melalui praktik Rasulullah SAW. Dalam berbagai hadits, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memilih hewan jantan ketika berkurban.

Salah satu riwayat yang tercatat dalam hadits Ahmad dan Ibnu Majah menyebutkan bahwa Nabi SAW pernah menyembelih dua ekor domba jantan, bertanduk, berwarna putih dengan corak hitam, dan dalam kondisi sehat. Berdasarkan hadits ini, para ulama menyimpulkan bahwa hewan jantan lebih utama dijadikan kurban.

Artinya, meski tidak diwajibkan secara mutlak, memilih hewan jantan untuk kurban adalah upaya mengikuti sunnah Nabi. Dan dalam Islam, mengikuti sunnah merupakan bentuk ibadah yang lebih utama dan berpotensi mendatangkan pahala yang lebih besar.

Di samping itu, hewan jantan biasanya memiliki postur tubuh yang lebih besar dan kuat, serta bernilai lebih tinggi. Ini mencerminkan semangat pengorbanan yang sejati—memberikan yang terbaik dalam beribadah kepada Allah SWT.

Kualitas dan Keutamaan Hewan Jantan

Dari sisi kualitas, hewan jantan kerap dipandang lebih layak untuk dijadikan kurban. Mereka umumnya memiliki massa tubuh lebih besar dan menghasilkan lebih banyak daging dibandingkan betina.

Hal ini mempertegas nilai ibadah kurban sebagai bentuk pengorbanan terbaik kepada Sang Pencipta.
Selain itu, hewan jantan tidak memiliki peran reproduksi seperti hewan betina.

Menyembelih hewan jantan tidak akan berdampak pada populasi ternak secara signifikan, berbeda halnya jika yang dikurbankan adalah hewan betina yang sedang bunting atau produktif.

Mengorbankan hewan betina yang masih bisa berkembang biak justru berpotensi mengganggu keseimbangan populasi ternak. Hal ini bertentangan dengan salah satu prinsip penting dalam syariat, yaitu menjaga keturunan dan keberlanjutan ekosistem.

Pandangan Fikih: Kurban dengan Hewan Betina Tetap Sah

Meskipun hewan jantan lebih dianjurkan, bukan berarti berkurban dengan hewan betina tidak sah. Dalam kajian fikih, mayoritas ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa hewan jantan maupun betina sama-sama sah untuk dijadikan kurban.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menyatakan, “Tidak makruh berkurban dengan hewan betina, namun hewan jantan lebih utama.” Pernyataan ini menegaskan bahwa tidak ada larangan untuk berkurban dengan hewan betina, tetapi memilih jantan lebih disukai.

Penjelasan ini penting agar tidak muncul kesalahpahaman di tengah masyarakat bahwa kurban dengan hewan betina dianggap tidak sah. Dalam kondisi tertentu, seperti keterbatasan ekonomi atau stok hewan jantan yang terbatas, menyembelih hewan betina tetap diperbolehkan dan berpahala.

Dengan demikian, anjuran untuk memilih hewan kurban jantan bukan semata soal preferensi, tetapi memiliki dasar kuat dalam sunnah Nabi, nilai pengorbanan, kualitas ibadah, serta pertimbangan maslahat umat. Namun, syariat tetap memberikan ruang dan kelonggaran agar ibadah kurban bisa dijalankan sesuai kemampuan masing-masing.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *