
Mitsaqan Ghalizha” kembali menjadi sorotan publik setelah disebut dalam akad nikah Ahmad Al Ghazali dan Alyssa Daguise.
Momen sakral ini berlangsung pada Senin (16/6/2025) di sebuah hotel kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, dan menarik perhatian masyarakat, terlebih setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan nasihat pernikahan yang menyentuh.
“Akad nikah bukan sekadar janji, melainkan ‘mitsaqan ghalizha‘, sebuah perjanjian yang agung dan berat di sisi Allah,” ucap Nusron Wahid dalam ceramahnya di hadapan mempelai dan tamu undangan dikutip dari Antara.
Apa Arti Mitsaqan Ghalizha dalam Al-Qur’an?
Secara etimologis, “mitsaqan ghalizha” (ميثاقا غليظا) terdiri dari dua kata: “mitsaq” (ميثاق) berarti perjanjian atau sumpah, sedangkan “ghalizha” (غليظا) bermakna kuat, tegas, dan kukuh.
Gabungan kedua kata ini menggambarkan sebuah ikatan atau komitmen yang sangat kuat dan tidak boleh dianggap enteng.
Istilah ini terdapat dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surat An-Nisa ayat 21, yang mengacu pada ikatan pernikahan sebagai “perjanjian yang kuat”.
Dalam konteks ini, pernikahan bukanlah kontrak biasa, melainkan sebuah komitmen spiritual yang melibatkan Allah SWT sebagai saksi utama.
Apakah Mitsaqan Ghalizha Hanya Berlaku dalam Pernikahan?
Meski populer dalam konteks pernikahan, istilah “mitsaqan ghalizha” juga digunakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an lain yang merujuk pada perjanjian agung antara Allah dan para nabi.
Misalnya, dalam Surat An-Nisa ayat 154 dan Al-Ahzab ayat 7, istilah ini digunakan untuk menggambarkan perjanjian yang sangat berat antara Allah dan para utusan-Nya.
Dengan demikian, penggunaan istilah ini dalam pernikahan menegaskan betapa sakral dan seriusnya institusi rumah tangga dalam Islam.
Ia bukan sekadar kesepakatan dua insan, melainkan amanah besar yang berdimensi dunia dan akhirat.
Bagaimana Pesan Nusron Wahid Menyoroti Kesakralan Akad Nikah?
Dalam ceramahnya, Nusron Wahid menyampaikan bahwa saat akad nikah dilafalkan, “langit dan ‘arasy’ bergetar.”
Pernyataan ini merupakan metafora yang menggambarkan keagungan momen akad nikah yang melibatkan “mitsaqan ghalizha” sebagai pusat nilai spiritualnya.
Ia menegaskan bahwa perjanjian pernikahan ini membawa tanggung jawab besar, khususnya bagi suami untuk menjaga, merawat, dan membimbing istri dalam perjalanan hidup bersama.
Pernikahan menurutnya bukan sekadar formalitas sosial, tetapi sebuah amanah yang wajib dijaga sepenuh hati.