
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa terhadap eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Zarof hanya divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan, dari tuntutan semula 20 tahun penjara. Apa alasan di balik keputusan ini?
Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti mengungkap sejumlah alasan mengapa pihaknya tidak menjatuhkan hukuman maksimal 20 tahun penjara kepada Zarof. Menurut Rosihan, usia Zarof yang sudah 63 tahun menjadi pertimbangan utama.
“Mempertimbangkan bahwa terdakwa pada saat persidangan telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” ujar Rosihan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2025).
Pihak majelis hakim menilai bahwa jika dihukum 20 tahun, secara de facto itu sama dengan pidana seumur hidup karena melampaui usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia.
“Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” tambah Rosihan.
Apakah Faktor Kemanusiaan Dipertimbangkan?

Majelis hakim secara eksplisit mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam menjatuhkan vonis.
Usia lanjut, kondisi kesehatan yang menurun, dan kebutuhan perawatan khusus menjadi faktor yang turut dipertimbangkan.
“Bagaimanapun aspek kemanusiaan dalam sistem hukum pidana tidak boleh diabaikan, meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius,” ucap Rosihan.
Majelis hakim menjelaskan bahwa pidana maksimal hanya layak dijatuhkan dalam kondisi yang benar-benar luar biasa.
Dalam perkara Zarof, tidak ada korban jiwa, tidak ada kekerasan fisik, dan tidak ada kerugian langsung terhadap individu.
“Potensi pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset yang nilainya jauh melebihi kerugian,” kata Rosihan.
Bagaimana dengan Perkara Lain yang Masih Menjerat Zarof?
Selain kasus gratifikasi dan suap, Zarof Ricar juga menyandang status tersangka dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang masih dalam tahap penyidikan di Kejaksaan Agung.
Majelis hakim mempertimbangkan bahwa hukuman Zarof berpotensi bertambah jika ia kembali diadili dalam perkara TPPU tersebut.
“Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru karena tidak diakumulasi dengan perkara ini,” jelas Rosihan.
Dengan seluruh pertimbangan tersebut, majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan kepada Zarof Ricar.
Ia dinyatakan terbukti melakukan permufakatan jahat untuk menyuap hakim agung Soesilo dan menerima gratifikasi dengan total nilai lebih dari Rp 1 triliun.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Alasan Hakim Tak Vonis Zarof Ricar 20 Tahun Penjara: Usia 63 Tahun“.